A.Pendahuluan
Pada kesempatan kali ini saya dan rekan-rekan kelompok akan berbagi pengetahuan tentang Perguruan tinggi diera revolusi industri 4.0.
B.Pengertian
Pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 merupakan gagasan transformasi sistem pendidikan tinggi menuju digitalisasi melalui resistematisasi kurikulum akademik yang kompetibel dengan lapangan kerja industri yang mendorong desain kebijakan pengembangan disiplin ilmu dan program studi menuju Cyber University yang dapat menawarkan model pembelajaran daring distance learning dengan dukungan sumber daya dosen yang profesional, responsif dan mampu melakukan terobosan riset.
C.Latar Belakang
Pendidikan formal telah menjadi kebutuhan penting manusia mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Dalam proses pendidikan ini, manusia menstimulus dan mengembangkan seluruh potensi dirinya ke taraf kematangan kualitas personal untuk mampu merespon kebutuhan di lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, pendidikan selain mengembangkan kualitas diri manusia secara personal juga menentukan kualitas sosial di lingkungan masyarakat. Sehingga, tolak ukur kualitas suatu masyarakat dapat diukur melalui pendidikannya. Pencapaian kebutuhan akan kualitas hidup tersebut teraktualisasi melalui jenjang lembaga pendidikan formal secara berjenjang dimulai sejak usia dini dan sekolah dasar, ke jenjang menengah, kemudian ke jenjang perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan yang tertinggi dalam sistem pendidikan suatu negara. Secara sosiaologis terdapat dua model sistem pendidikan lainnya yakni pendidikan nonformal dan informal, namun tidak cukup menjadi penentu kualitas diri sehingga membutuhkan lembaga pendidikan yang lebih formal dalam mensistematisasi pembembelajaran, salah satunya ialah Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi memiliki fungsi strategis dalam menggali dan mengembangkan potensi manusia untuk diasah dan berkembang menjadi individu berkualitas. Saat ini perguruan tinggi tidak hanya dalam domain mesin penghasil kelulusan yang cerdas dan siap terjun ke dunia kerja, namun pendidikan tinggi harus mampu mencerahkan peserta didiknya memahami esensi jati diri secara religius serta mampu berperan berdasarkan akhlak terpuji di dalam masyarakat. Hal ini sebagaimana dapat dijelaskan berdasarkan substansi pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan yang dilaksanakan di perguruan tinggi menjadi usaha penyadaran bagi peserta didik secara terencana untuk mengembangkan potensi diri serta memiliki kekuatan spritual keagamaan, pendalama diri, kepribadian dan kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan diri peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan ke arah seluruh potensi tersebut juga merupakan tujuan luhur pendidikan yang diselenggarakan perguruan tinggi. Tujuan luhur ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 bahwa Pendidikan Tinggi bertujuan mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, mahasiswa juga harus berakhlak mulia dan sehat serta berilmu dan cakap, kreatif, mandiri dan terampil, berkompeten dan berbudaya. Perguruan Tinggi juga bertujuan menghasilkan lulusan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa. Tujuan lainnnya yaitu mendorong Perguruan Tinggi harus menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis penerapan nilai humaniora untuk kemudian dimanfaatkan bagi kemajuan bangsa dan peradaban kejahteraan umat manusia. Beberapa tujuan tersebut diharapkan mendorong terwujudnya pengabdian kepada masyarakat dalam upaya memajukan kejehateraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikemukakan bahwa Perguruan Tinggi merupakan pendidikan tertinggi dengan tanggung jawab humanistik untuk menyiapkan manusia Indonesia memiliki potensi unggul dan kepribadian mulia yang ditopang dengan penguasaan ilmu dan teknologi. Secara sosiologis, semua potensi ini diarahkan untuk pengabdian menciptakan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan bangsa. Seiring perkembangan teknologi mutakhir saat ini, perwujudan tujuan luhur perguruan tinggi tersebut semakin penting dicapai melalui tantangan yang kompleks. Tidak hanya mahasiswa dituntut memiliki potensi-potensi diri sebagaimana telah dijelaskan, namun berlaku untuk semua civitas akademik kampus yang kini telah memasuki arena revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 merupakan perkembangan sekalgius tantangan bagi Perguruan Tinggi. Selama tahun 2018-2019 telah banyak dilakukan seminar pembacaan terhadap pelbagai kemungkinan perubahan dan dampaknya terhadap pengelolaan pendidikan di Indonesia. Beberapa tantangan diantaranya harus mengkobinasikan teknologi cyber dan teknologi otomasi. Dengan demikian, pendidikan Perguruan Tinggi 4.0 terarah pada tuntutan penyediaan kebutuhan yang ditunjang dengan Internet of Things (IoT), Big Data dan Cyber Security. Narasi sederhana yang banyak ditangkap dari diskursus perkembangan revolusi industri 4.0 tersebut yaitu kemajuan teknologi informasi berbasis internet yang supercepat yang dapat dijadikan sebagai penunjang Perguruan Tinggi menyelenggarakan pendidikan. Diskursus melalui seminar tentang tema-tema revolusi industri 4.0 yang dikaitkan dengan Perguruan Tinggi terhenti pada akhir tahun 2019 ketika mulai merebaknya wabah Corona Virus Disease (Covid-19). Revolusi industri 4.0 dengan seluruh disrupsinya diuji secara mengejutkan oleh Covid-19, salah satunya melalui pembelajaran daring terkoneksi internet yang dilakukan oleh seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia. Pada sisi lain, banyak industri melakukan PHK terhadap pekerja dan operasi industri berhenti total, sistem robot industri pengganti tenaga manusia yang menjadi ciri revolusi industri 4.0 tidak bisa diharapkan. Kenyataannya, semua kampus maupun industri ditutup selama pandemi. Arus perubahan revolusi 4.0 dengan Covid-19 tampaknya dapat dipandang sebagai suatu siklus sejarah yang bertalian memberikan dampak sosiologis terhadap semua sektor kehidupan, khususnya pengelolaan pendidikan Perguruan Tinggi di Indonesia. Pasca pandemi Covid-19 nantinya akademisi dapat melakukan reanalisis apakah sistem Perguruan Tinggi di Indonesia berhasil atau tidak memasuki ere revolusi 4.0 selama masa pandemi. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, penulis tertarik melakukan kajian dengan judul, “Pendidikan Perguruan Tinggi Era 4.0 dalam Pandemi Covid-19 (Refleksi Sosiologis)
D.Maksud dan Tujuan
mengulas situasi pendidikan Perguruan Tinggi dalam diskursus era revolusi 4.0 saat ini berada pada masa pandemi Covid-19. Berdasarkan pendahuluan di atas, maka rumusan masalah penulisan ini adalah “Bagaimanakah gambaran pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 dalam pandemi Covid-19 sebagai suatu refleksi sosiologis?
E. Pembahasan
2.1. Hakikat Pendidikan Tinggi Pendidikan menjadi indikator pembangunan sumber daya manusia dalam sebuah bangsa. Oleh karena itu, kualitas manusia sebagai warga negara suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas pendidikan. Dengan demikian, maka pendidikan menjadi salah satu bidang terpenting sekaligus strategis dalam pembangunan nasional yang dapat menunjang kualitas hidup serta kesejahteraan masyarakat. Djumransyah (2004: 22) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia menumbuhkan serta mengembangkan seluruh potensi pembawaan jasmani maupun rohani sesuai nilai yang terdapat dalam masyarakat dan nilai kebudayaan. Dengan demikian, perlu dipahami bahwa pendidikan menjadi proses yang tidak akan pernah berhenti dalam artian selalu dinamis mengikuti tata nilai ideal masyarakat dan pertumbuhan kebudayaan dari zaman ke zaman. Oleh karena itu pendidikan selalu berkembang memasuki setiap fase perubahan mengadaptasi apa yang pendidikan hasilkan, misalnya saat ini pendidikan memasuki fase revolusi industri 4.0. Perubahan-perubahan besar seperti lompatan tahapan revolusi industri 4.0 tidak bisa dilepaskan dari pendidikan yang telah memberikan kontribusi besar terhadap kelanjutan sains dan teknologi pada masa lalu hingga hari ini. Praktik pendidikan tidak bisa dilepaspisahkan dari setiap bagian unsurnya.
Triyanto (2014: 24-26) menjelaskan unsur-unsur pendidikan meliputi beberapa unsur sebagai beriku. Pertama; unsur tujuan pendidikan. Tujuan ini secara sistemik termuat dalam Undang-Undang Sisdiknas yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kedua; unsur kurikulum merupakan seperangkat rencana pembelajaran yang mencakup tujuan, isi dan bahan pelajaran. Dalam kurikulum juga dirumuskan cara yang digunakan menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan terdapat di dalamnya makna interaksi antara pendidik dan peserta didik.
Ketiga; peserta didik merupakan anggota masyarakat yang berupaya mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Keempat; unsur pendidik, merupakan tenaga kependidikan yang kualifikasi sebagai, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitatir, dan sebutan lain yang sesuai dengan spesifikasi partisipasinya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Kelima; unsur interaksi edukatif merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Keenam; unsur isi pendidikan yaitu materi-materi pembelajaran yang dapat digunakan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri. Lebih lanjut dijelaskan materi-materi akan membekali peserta didik dengan kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, memiliki kepribadian dan akhlak mulia, keserdasan dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Ketujuh; lingkungan pendidikan yakni dijabarkan sebagai lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan pendidikan menjadi tempat manusia berinteraksi timbal balik dalam pengembangan potensi diri.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan tinggi pada hakikatnya merupakan usaha menumbuh kembangkan potensi diri manusia sesuai tatanan nilai masyarakat dan kebudayaan. Potensi diri tersebut mencakup potensi jasman dan rohani yang dikembangan sesuai tujuan pendidikan yang ditunjang dengan kurikulum, pendidik, proses interaktif edukatif menggunakan materi pelajaran. Seluruh proses ini harus ditopang dengan lingkungan pendidikan yang baik sehingga proses pengembangan potensi dapat dicapai sesuai tujuan pendidikan yang diharapkan. Kedudukan pendidikan tinggi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan umum bahwa pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menegah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. 2.2. Perguruan Tinggi Era 4.0 Perguruan tinggi era 4.0 dikaitkan pada agenda besar perubahan arus revolusi industri four point zero. Perkembangan ini merupakan fase keempat revolusi industri yang dahulu dimulai pada abad ke-18. Pada tahapannya yang paling mutakhir, revolusi industri pada babak keempat ini mengemuka dengan krakteristik digitalisasi seluruh sektor kehidupan yang dimulai dari dunia industri kemudian merembes ke sektor lainnya, termasuk pendidikan. Perkembangan yang sedang berlangsung melahirkan berbagai istilah sekaligus menawarkan pengetahuan baru berbasis teknologi digital yang kini mewarnai nalar dan imajinasi dunia pendidikan seperti; Internet of Things (IoT), Big Data, Argumented Reality, Cyber Security, Artifical Intelegence, Addictive Manufacturing, Simulation, System Integeration, dan Cloud Computing. Istilah-istilah tersebut menawarkan realitas maya berbasis teknologi informasi yang canggih yang belum pernah dicapai sebelumnya oleh peradaban umat manusia. Olla (2019) menjelaskan beberapa istilah tersebut sebagai berikut. Konsep teknologi berbasis Internet of Thing (IoT) secara konseptual merupakan objek dengan kemampuan mentransfer data melalui jaringan. Proses transfer ini tidak lagi memerlukan interaksi manusia. Lebih lanjut dicontohkan jenis objek semacam ini dapat dilihat pada produk jarvis yang bisa mematikan lampu di pagi hari. Big Data. Istilah ini menggambarkan volume data dalam jumlah yang sangat besar. Volume informasi ini bisa disusun, diolah, dianalisa dan disimpan secara aman oleh pengguna. Saat ini big data telah banyak digunakan di sektor bisnis karena dapat membantu menentukan arah bisnis. Dalam dunia perguruan tinggi, big data dapat digunakan untuk menkombinasikan seluru data dalam operasional pengelolaan perguruan tinggi, termasuk data-data penelitian maupun data mahasiswa dan alumni yang telah terserap ke sektor lapangan kerja sehingga mempermudah pelayanan informasi perguruan tinggi kepada masyarakat. Argumented Reality (AR) menjadi basis teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata. Sebagai contoh jenis teknologi semacam ini dapat diamati pada laporan cuaca atau simulasi siaran telivisi yang menampilkanwartawan berdiri di atas peta cuaca yang berubah-ubah yang sebenarnya wartawan tersebut berdiri di depan layar biru atau hijau. Proses semacam ini menggunakan teknik chroma-keying. Teknik semacam ini juga digunakan dalam industri film maupun olahraga seperti pada sepak bole di televisi iklan tertentu tiba-tiba jatuh ke tengah lapangan di mana semua pemain berada merupakan pengembangan dari Princeton Electronic Billboard. Cyber security merupakan sistem yang menjadi upaya melindungi informasi dari adanya cyberattack. Cyberattack dalam operasi informasi adalah semua jenis tindakan yang sengaja dilakukan untuk mengganggu kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersedian (availability) informasi. Misalnya penggunaan fitur tertentu untuk melindungi data pelanggan dari serangan hacker. Artifical Intelegence ialah teknologi komputer dengan kecerdasan layaknya manusia. Jenis teknologi ini bisa diatur manusia sesuai keinginan. Fungsinya mempelajari data secara berkesinambungan. Keunggulannya terletak pada semakin banyak data diterima dan dianalisis akan semakin baik teknologi ini membuat prediksi. Additive manufacturing merupakan terobosan baru industri manufaktur yang sering dikenal menggunakan printer 3D. Dalam era digital saat ini, gambar desain digital yang telah dibuat dapat diwujudkan menjadi benda nyata dengan ukuran dan bentuk yang sama dengan desain sebenarnya atau dengan skala tertentu. Simulation. Model ini mewakili sistem, sedangkan simulasi mewakili proses operasi dari waktu ke waktu yang dapat digunakan dalam banyak konteks seperti penggunaan simulasi teknologi optimalisasi kinerja, simulasi teknik keselamatan, simulasi pengujian, pelatihan dan pendidikan dan video game. Cloud Computing. Jenis ini disebut juga dengan istilah komputasi awan atau teknologi yang menjadikan internet menjadi pusat pengelolaan data dan aplikasi. Pengguna komputer diberikan hak untuk mengakses berbagai server virtual sehingga terkonfigurasi server melalui internet. Misalnya penyediaan server virtual yang bida digunakan penggunan membuat wesite online di user internet. Perkembangan teknologi tersebut merupakan capaian luar biasa dalam kehidupan masa kini. Dengan demikian, manusia harus beradaptasi menggunakan teknologi virtual terbarukan dalam pemenuhan kebutuhannya. Dunia pendidikan juga tidak luput dari arus besar perkembangan teknologi tersebut, sehingga institusi pendidikan seperti Perguruan Tinggi harus mampu mengembangkan seluruh potensinya mengikuti arus besar perubahan melalui revolusi industri 4.0 yang berlangsung. Revolusi industri 4.0 menjadi tantangan positif bagi dunia Perguruan Tinggi di Indonesia. Untuk menghandapi arus besar perubahan teknologi tersebut,
Menristekdikti (Rudianto, tth) menjelaskan lima elemen penting mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.
Kelima elemen tersebut diuraikan sebagai berikut.
Pertama; Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy.
Kedua; Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
Ketiga; Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsif, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi.
Keempat: Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat.
Kelima; Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.
Sejelan dengan pendapat tersebut di atas, Iswan dan Herwina (2018: 21-22) menjelaskan bahwa Perguruan tinggi memang dituntut mengantisipasi pesatnya perkembangan teknologi dalam era revolusi industri 4.0. Langkah antisipasi yang dilakukan mencakup penyesuaian kurikulum dengan iklim bisnis yang berkembang.
Semua hal terdorong untuk kompetitif mengikuti pola perkembangan teknologi informasi. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa perkembangan yang terjadi juga mempengaruhi karakter manusia dan dunia kerja sehingga keterampilan yang dibutuhkan juga cepat berubah.
Penjelasan tersebut menunjukkan efek dari revolusi industri 4.0 tidak hanya pada bentuk penemuan teknologi baru tapi juga pergeseran keterampilan yang dibutuhkan oleh manusia.
Dengan demikian, maka setiap individu harus memiliki kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang ada.
Perguruan tinggi harus mampu mempersiapkan peserta didiknya menyerap perubahan yang berlangsung dengan karakter yang kuat dan keterampilan kerja yang baik.
Sehingga lulusan yang dipersiapkan sangat berorientasi pada respon kebutuhan dunia kerja di dunia industri maupun lulusan dengan kepeloporan baru lapangan kerja berbasis digital.
Orientasi lapangan kerja menjadi ajang persaingan yang tidak hanya membutuhkan skill namun juga membutuhkan karakter diri yang kuat.
Sehingga perpaduan karakter yang kuat dan keterampilan merupakan unsur penting untuk menjawab tuntutan kebutuhan dunia kerja saat ini.
Iswan dan Herwina (2018: 22) lebih lanjut menjelaskan bahwa dunia kerja saat ini merupakan integrasi pemanfaatan internet dengan lini produksi dunia industri berbasis teknologi dan informasi.
Untuk itu pengembangan model dan konsep pendidikan berbasis karakter secara umum dapat dikembangkan melalui konsep multiple intelligence yang perlu diintegrasi dengan nilai-nilai religius ke dalam mata kuliah yang ditawarkan dalam pendidikan.
Gagasan tersebut dapat menjadi solusi mengingat pendidikan tidak hanya bertujuan membekali peserta didik dengan keterampilan teknis berbasis teknologi semata, namun pendidikan tinggi harus mampu menjadikan peserta didiknya menjadi manusia yang beriman dan berakhlak mulia.
Sehingga, sangat dibutuhkan integrasi antara iman dan ilmu berbasis akhlak dengan keterampilan berbasis teknologi.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 merupakan konsep transformasi sistem pendidikan tinggi menuju sistem digitalisasi yang ditunjang oleh sistem teknologi virtual yang canggih.
Dengan demikian, Perguruan Tinggi yang adaptif terhadap perubahan ini melakukan resistematisasi kurikulumnya untuk lebih kompetibel dengan arus revolusi industri 4.0. Dari segi kebijakan Perguruan Tinggi juga dilakukan pengembangan disiplin ilmu dan program studi menuju Cyber University dengan sistem perkuliahan distance learning.
Dosen merupakan sumber daya manusia penentu tranformasi Perguruan Tinggi4.0, sehingga mereka dituntut responsif perubahan untuk profesional dan melakukan terobosan riset dan pengembangan. Sehingga, Perguruan Tinggi dapat menjadi basis pelbagai terobosan inovatif lain berbasis teknologi. Ditinjau dari segi peserta didik, dalam era 4.0 ini mahasiswa perlu lebih fokus pada pengembabangan keterampilan dan kreatifitas yang harus ditunjang dengan kemampuan digital.
Paradigma yang digunakan membedah perubahan harus senantiasa fleksibel dan sensitif terhadap perubahan. Sosiologi perubahan menunjukkan gejala interaksi dengan kemampuan multibahasa, artinya setiap orang harus memiliki kemampuan bahasa yang cukup untuk berinteraksi dan membangun jaringan.
2.3. Perguruan Tinggi dalam Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 menjadi problem kemanusiaan yang mendunia dan tragedi akademik yang tidak diperidiksikan sebelumnya.
Munculnya wabah ini seketika menghentikan denyut eforia diskursus revolusi industri 4.0 di Perguruan Tinggi dalam banyak seminar pendidikan dan semua civitas akademik seolah tercengang dan mengalami kepanikan terhadap segala ketidaksiapan sistem sarana dan prasarana perguruan tinggi yang belum memadai di tengah pandemi Covid-19. Ketidaksiapan sistem Perguruan Tinggi menghadapi pandemi saat ini seolah justru menjadi ketidakpastian pengelolaan Perguruan Tinggi menawarkan pemandangan yang menarik dianalisis secara sosiologis mencakup beberapa hal sebagai berikut.
a. Tragedi Akademik Tragedi akademik dalam penulisan reflektif ini secara sosiologis dapat ditunjukkan pada gugurnya mahasiswa di Sulawesi Selatan hanya untuk mencari jaringan internet untuk memenuhi kewajiban kuliah daring. Seperti dilansir oleh Ishak (2020) bahwa salah satu mahasiswa semester dua pada Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar mengalami kecelakaan motor pada saat mencari jaringan internet untuk kuliah online. Tragedi yang sama juga dialami oleh RS, salah satu mahasiswa Universitas Hasanudin Makassar. Seperti dilansir Djaman (2020), RS meninggal dunia usai terjatuh dari menara masjid setelah berupaya mencari sinyal internet untuk mengerjakan tugas kuliah secara online. Dua fakta tragedi tersebut menunjukkan bahwa program Cyber University untuk mewujudkan sistem perkuliahan distance learning atau kuliah daring untuk mengurangi intensitas pertemuan dosen dan mahasiswa masih jauh dari harapan. Dua peristiwa meninggalnya mahasiswa terbaik itu harus menjadi koreksi bahwa uji coba sistem Cyber University kedepannya akan terbatas di kawasan kota dengan dukungan jaringan telekomunikasi yang baik. Pembelajaran daring yang menjadi satu-satunya saluran alternatif selama pandemi memerlukan evaluasi secara holistik karena dirasakan kurang efektif memaksimalkan pembelajaran di Perguruan Tinggi. Meskipun demikian, perkuliahan daring dengan distance learning haruslah dimodifikasi dengan berbagai sarana penunjang termasuk kurikulum dan metode perkuliahan yang sesuai dengan ruang dan waktu pembelaran daring. Sistem daring yang saat ini digunakan harus dicanggihkan agar lebih efisien digunakan sebagai alternatif di masa depan.
b. Budaya Dosen dan Mahasiswa Budaya menjadi salah satu aspek pengamatan menarik di tengah pandemi. Dosen didorong melaksanakan perkuliahan sesuai target kurikulum yang berlaku menggunakan berbagai aplikasi seperti Zoom, Classroom, Group Watshap dan aplikasi lainnya terkedala waktu tatap muka yang terbatas serta memperhitungkan resiko biaya bagi mahasiswa di setiap daerah. Salah satu masalah yang tampaknya bersifat umum terletak pada jaringan telekomunikasi yang belum memadai sebagai pendukung pembelajaran daring yang dilakukan. Banyak dosen beralih ke metode penugasan sebagai pengganti kehadiran mahasiswa dalam pembelajaran daring. Aspek budaya ini dilihat dari sudut pandang mahasiswa jauh lebih kompleks lagi. Realitas menunjukkan banyak mahasiswa mengeluhkan biaya aplikasi yang digunakan selama kuliah daring. Dari segi penyelesaian studi melalui penulisan karya tulis ilmiah (skripsi) juga diusulkan untuk ditiadakan melalui upaya petisi penghapusan skripsi dan bebas biaya kuliah di tengah pandemi. Fenomena ini menunjukkan mentalitas peserta didik yang belum memiliki kematangan pemecahan masalah yang baik. Padahal jika dianalisis, tugas akhir ini bisa diselesaikan dengan beralih ke penelitian kepustakaan (library research) pada masing-masing bidang jurusan yang dapat memperkaya khazanah riset yang bersifat teoritik. Keluhan utama seperti minimnya referensi cetak juga menunjukkan mahasiswa belum memiliki budaya literasi digital yang baik. Semua jenis referensi dapat diakses dan dikelola secara baik dari internet. Literasi digital untuk mengakses berbagai referensi merupakan alternatif penunjang pembelajaran daring. Hal ini sangat berguna untuk memberikan penguatan informasi berkaitan dengan pokok bahasan perkuliahan daring yang dilakukan dalam situasi terbatas. Mahasiswa bisa membaca dan memiliki banyak waktu mengeksplorasi referensi di tengan pandemi. Masalah yang jauh lebih serius lagi kesempatan pandemi hanya digunakan sebagai momentum liburan tanpa kegiatan akademis yang berarti.
c. Konstuksi Kebijakan Kebijakan kelembagaan Perguruan Tinggi hanya memperhitungkan pencegahan Covid-19 melalui pengehentian aktivitas perkuliahan secara langsung kemudian dialihkan ke perkuliahann daring. Hampir semua kampus tidak memiliki tim gugus covid-19 untuk menentukan protokol perkuliahan daring secara ketat kepada mahasiswa, termasuk pelarangan pulang kampung dalam artian kampus membatasi mahasiswanya berada di kota untuk akses jaringan sebagai penunjang utama perkuliahan daring. Kebiajakan tim gugus covid-19 di tiap kampus juga bisa memberikan ruang kepada lembaga-lembaga kemahasiswaan berperan aktif memonitoring mahasiswa secara virtual serta memberikan edukasi kepada masyarakat secara digital.
d.Ruang Akademik Virtual Ruang akademik virtual menjadi alternatif bagi agenda-agenda akademik selama pandemi. Kegiatan pembelajaran daring yang dilakukan secara blended learning atau gabungan tatap muka dengan e-learning menggunakan video confrences dan forum and chats. Model pembelajaran dengan blended learning ini digunakan semua Perguruan Tinggi untuk menjamin proses pembelajaran dapat tetap berlangsung. Agenda lainnya dapat diamati sebagai dinamika akademik virtual yaitu munculnya kegiatan perbincangan pendidikan di tengah pendemik melalui Webinar atau seminar online. Teknik seminar ini dilakukan dengan melibatkan pembicara membagikan materi seminar melalui situs web dan tatap muka virtual menggunakan aplikasi berbasis internet yang tergolong media baru seperti zoom dan classroom.
Pesertanya diikuti akademisi dan mahasiswa maupun untuk umum. Ruang akademik virtual lainnya juga tumbuh melalui prakarsa elemen mahasiswa melalui siarang langsung dialog menggunakan aplikasi instagram.
e. Massifikasi Literasi Digital Meskipun situasi serba terkendala jaringan telekomunikasi di setiap daerah di Indonesia, semangat literasi digital tampaknya meningkat selama pandemi. Literasi digital ini dalam berbagai bentuk berupa penelusuran informasi edukatif berkaitan dengan Covid-19 maupun pemanfaatan teknologi selama pembelajaran daring dilakukan.
Dosen dan mahasiswa dituntut kritis terhadap berbagai pemberitaan di media massa dan media sosial terkait pencegahan Covid-19 sehingga tidak terjebak dalam hoax pemberitaan.
Literasi digital memberikan manfaat besar salah satunya mengisi ruang kosong rutinitas civitas akademik selama pandemi.
Dalam buku Materi Pendukung Literasi Digital (Kemendikbud, 2017: 5) dijelaskan bahwa literasi digital menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan kritis kreatif. Dengan demikian, masyarakat tidak akan termakan isu provokatif, korban hoax, atau korban penipuan digital sehingga kehidupan sosial dan budaya masyarakat dapat aman dan kondusif. Dinamika literasi digital selama pandemi menunjukkan pelibatan peran civitas akademik yang dapat menjadi indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 dalam pandemi Covid-19 menunjukan dinamika yang kompleks. Dalam konteks revolusi industri 4.0, pendidikan Perguruan Tinggi diharapkan menjadi instrumen utama pemajuan potensi bangsa berbasis digital mendorong sumber daya manusia Indonesia untuk mememnuhi kualifikasi komptensi teknologis di semua bidang akademik. Sejalan dengan itu, tantangan baru muncul disaat mewabahnya Covid-19 menjadi cobaan sekaligus instrumen ujicoba gagasan-gagasan besar sistem teknologi yang dicanangkan istitusi pendidikan Perguruan Tinggi seperti misi Cyber University dan model pembelajaran daring dengan distance learning.
Secara sosilologis dapat dipahami bahwa seluruh sistem pembelajaran bebasis digital yang saat ini diandalkan memiliki banyak kelemahan yang tidak terduga. Fakta tragedi gugurnya mahasiswa yang berjuang mencari akses jaringan di pelosok desa untuk kuliah online menunjukkan lemahnya sistem jaringan telekomunikasi belum merata. Sehingga konsep besar Cyber University yang diharapkan menawarkan pembelajaran daring dengan sistem distance learning bagi mahasiswa di pelosok-pelosok masih jauh dari kenyataan. Kelemahan lainnya datang dari segi budaya dosen maupun mahasiswa. Banyak dosen yang beralih ke metode penugasan sehingga pembelajaran daring yang diharapkan mentransmisi pengetahuan sesuai kurikulum tidak maksimal. Selain itu, budaya peserta didik (mahasiswa) juga belum memiliki mental belajar mandiri sehingga lebih terkesan menginginkan proses pembelajaran yang mudah.
Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, pendidikan tinggi di tengah pademi menunjukkan beberapa dinamika positif seperti pemanfaatan teknologi digital terbarukan.
Dari proses ini menciptakan ruang akademik virtual bagi dosen dan mahasiswa beraktualisasi melalui webinar (seminar online) dan diskusi via instagram. Hal ini menunjukkan peningkatan literasi digital secara masif di tengah pandemik Covid-19.
F.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.
Pendidikan merupakan proses penyadaran secara sistemik untuk pengembangan potensi peserta didik menjadi manusia yang memiliki iman dan taqwa dan berilmu, kreatif, serta mandiri.
Proses ini dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang terencana yang melibatkan peserta didik dan unsur pendidik dalam situasi interaksi secara edukatif dalam rangka transformasi materi pembelajaran.
Pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 merupakan konsep transformasi sistem pendidikan tinggi menuju sistem digitalisasi yang ditunjang oleh sistem teknologi virtual yang canggih. Perguruan Tinggi yang adaptif terhadap perubahan revolusi industri 4.0 melakukan resistematisasi kurikulum akademik, mendesain kebijakan pengembangan disiplin ilmu dan program studi menuju Cyber University dengan dukungan sumber daya dosen yang profesional, responsif dan mampu melakukan terobosan riset. Pandemi Covid-19, secara sosiologis, merupakan tantangan kemanusiaan sekaligus koreksi terhadap gagasan-gagasan besar sistem teknologi yang dicanangkan institusi pendidikan Perguruan Tinggi seperti misi Cyber University dan model pembelajaran daring dengan distance learning. Fakta menunjukkan bahwa sistem pembelajaran daring bebasis digital yang diandalkan memiliki kelemahan akases jaringan belum memadai, sehingga konsep besar Cyber University yang diharapkan menawarkan pembelajaran daring dengan sistem distance learning bagi mahasiswa di pelosok-pelosok masih jauh dari kenyataan. Kelemahan lainnya datang dari segi budaya dosen maupun mahasiswa. Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, pendidikan tinggi di tengah pademi menunjukkan beberapa dinamika positif seperti ruang akademik virtual bagi dosen dan mahasiswa beraktualisasi melalui webinar (seminar online) dan diskusi via instagram serta mobilitas peningkatan literasi digital secara masif di tengah pandemik Covid-19.
G.Referensi
H.Penutup
Sekian yang dapat kami share pada kesempatan kali ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan semuanya.
Wassalamu'alaikum wr.wb
No comments:
Post a Comment