Breaking

Sunday, September 20, 2020

PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI DIERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Assalamualaikum wr.wb



A.Pendahuluan
 Pada kesempatan kali ini saya dan rekan-rekan kelompok akan berbagi pengetahuan tentang Perguruan tinggi diera revolusi industri 4.0.
B.Pengertian
Pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 merupakan gagasan transformasi sistem pendidikan tinggi menuju digitalisasi melalui resistematisasi kurikulum akademik yang kompetibel dengan lapangan kerja industri yang mendorong desain kebijakan pengembangan disiplin ilmu dan program studi menuju Cyber University yang dapat menawarkan model pembelajaran daring distance learning dengan dukungan sumber daya dosen yang profesional, responsif dan mampu melakukan terobosan riset.
C.Latar Belakang
Pendidikan formal telah menjadi kebutuhan penting manusia mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Dalam proses pendidikan ini, manusia menstimulus dan mengembangkan seluruh potensi dirinya ke taraf kematangan kualitas personal untuk mampu merespon kebutuhan di lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, pendidikan selain mengembangkan kualitas diri manusia secara personal juga menentukan kualitas sosial di lingkungan masyarakat. Sehingga, tolak ukur kualitas suatu masyarakat dapat diukur melalui pendidikannya. Pencapaian kebutuhan akan kualitas hidup tersebut teraktualisasi melalui jenjang lembaga pendidikan formal secara berjenjang dimulai sejak usia dini dan sekolah dasar, ke jenjang menengah, kemudian ke jenjang perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan yang tertinggi dalam sistem pendidikan suatu negara. Secara sosiaologis terdapat dua model sistem pendidikan lainnya yakni pendidikan nonformal dan informal, namun tidak cukup menjadi penentu kualitas diri sehingga membutuhkan lembaga pendidikan yang lebih formal dalam mensistematisasi pembembelajaran, salah satunya ialah Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi memiliki fungsi strategis dalam menggali dan mengembangkan potensi manusia untuk diasah dan berkembang menjadi individu berkualitas. Saat ini perguruan tinggi tidak hanya dalam domain mesin penghasil kelulusan yang cerdas dan siap terjun ke dunia kerja, namun pendidikan tinggi harus mampu mencerahkan peserta didiknya memahami esensi jati diri secara religius serta mampu berperan berdasarkan akhlak terpuji di dalam masyarakat. Hal ini sebagaimana dapat dijelaskan berdasarkan substansi pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan yang dilaksanakan di perguruan tinggi menjadi usaha penyadaran bagi peserta didik secara terencana untuk mengembangkan potensi diri serta memiliki kekuatan  spritual  keagamaan,  pendalama  diri,  kepribadian  dan  kecerdasan,  akhlak  mulia  dan keterampilan yang diperlukan diri peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan ke arah seluruh potensi tersebut juga merupakan tujuan luhur pendidikan yang diselenggarakan perguruan tinggi. Tujuan luhur ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 bahwa Pendidikan Tinggi bertujuan mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, mahasiswa juga harus berakhlak mulia dan sehat serta berilmu dan cakap, kreatif, mandiri dan terampil, berkompeten dan berbudaya.  Perguruan Tinggi juga bertujuan menghasilkan lulusan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa. Tujuan lainnnya yaitu mendorong  Perguruan  Tinggi  harus  menghasilkan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  berbasis penerapan nilai humaniora untuk  kemudian dimanfaatkan bagi kemajuan bangsa dan peradaban kejahteraan umat manusia. Beberapa tujuan tersebut diharapkan mendorong terwujudnya pengabdian kepada  masyarakat dalam  upaya  memajukan kejehateraan umum  dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan  penjelasan tersebut dapat  dikemukakan bahwa  Perguruan Tinggi  merupakan pendidikan  tertinggi dengan  tanggung  jawab humanistik  untuk menyiapkan  manusia  Indonesia memiliki  potensi  unggul  dan  kepribadian  mulia  yang  ditopang  dengan  penguasaan  ilmu  dan teknologi.  Secara  sosiologis,  semua  potensi  ini  diarahkan  untuk  pengabdian  menciptakan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan bangsa. Seiring perkembangan teknologi mutakhir saat ini, perwujudan tujuan luhur perguruan tinggi tersebut semakin penting dicapai melalui tantangan yang kompleks. Tidak hanya mahasiswa dituntut memiliki potensi-potensi diri sebagaimana telah dijelaskan, namun berlaku untuk semua civitas akademik  kampus yang kini telah memasuki arena revolusi industri 4.0.  Revolusi industri 4.0 merupakan perkembangan sekalgius tantangan bagi Perguruan Tinggi. Selama  tahun  2018-2019  telah  banyak  dilakukan  seminar  pembacaan  terhadap  pelbagai kemungkinan perubahan dan dampaknya terhadap pengelolaan pendidikan di Indonesia. Beberapa tantangan  diantaranya  harus  mengkobinasikan  teknologi  cyber  dan teknologi  otomasi.  Dengan demikian,  pendidikan  Perguruan Tinggi  4.0  terarah  pada  tuntutan penyediaan  kebutuhan  yang ditunjang dengan Internet of Things (IoT), Big Data dan Cyber Security. Narasi sederhana yang banyak  ditangkap  dari  diskursus  perkembangan  revolusi  industri  4.0  tersebut  yaitu  kemajuan teknologi  informasi berbasis  internet  yang supercepat  yang  dapat dijadikan  sebagai  penunjang Perguruan Tinggi menyelenggarakan pendidikan.   Diskursus melalui seminar tentang tema-tema revolusi industri 4.0  yang dikaitkan dengan Perguruan Tinggi terhenti pada akhir tahun 2019 ketika mulai merebaknya wabah Corona Virus Disease (Covid-19). Revolusi industri 4.0 dengan seluruh disrupsinya diuji secara mengejutkan oleh Covid-19, salah satunya melalui pembelajaran daring terkoneksi internet yang dilakukan oleh seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia. Pada sisi lain, banyak industri melakukan PHK terhadap pekerja dan operasi industri berhenti total, sistem robot industri pengganti tenaga manusia yang menjadi ciri revolusi industri 4.0 tidak bisa diharapkan. Kenyataannya, semua kampus maupun industri ditutup selama pandemi. Arus perubahan revolusi 4.0 dengan Covid-19 tampaknya dapat dipandang sebagai suatu siklus sejarah yang bertalian memberikan dampak sosiologis terhadap semua sektor kehidupan, khususnya pengelolaan pendidikan Perguruan Tinggi di Indonesia.  Pasca  pandemi  Covid-19  nantinya  akademisi  dapat  melakukan  reanalisis  apakah  sistem Perguruan Tinggi di Indonesia berhasil atau tidak memasuki ere revolusi 4.0 selama masa pandemi. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, penulis tertarik melakukan kajian dengan judul, “Pendidikan Perguruan Tinggi Era 4.0 dalam Pandemi Covid-19 (Refleksi Sosiologis)
D.Maksud dan Tujuan
mengulas situasi pendidikan Perguruan Tinggi dalam diskursus era revolusi 4.0 saat ini berada pada masa pandemi Covid-19. Berdasarkan pendahuluan di atas, maka rumusan masalah penulisan ini adalah “Bagaimanakah gambaran pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 dalam pandemi Covid-19 sebagai suatu refleksi sosiologis? 
 E. Pembahasan 
 2.1. Hakikat Pendidikan Tinggi Pendidikan menjadi indikator pembangunan sumber daya manusia dalam sebuah bangsa. Oleh karena itu, kualitas manusia sebagai warga negara suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas pendidikan. Dengan demikian, maka pendidikan menjadi salah satu bidang terpenting sekaligus strategis dalam pembangunan nasional yang dapat menunjang kualitas hidup serta kesejahteraan masyarakat. Djumransyah (2004: 22) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia menumbuhkan serta mengembangkan seluruh potensi pembawaan jasmani maupun rohani sesuai nilai yang terdapat dalam masyarakat dan nilai kebudayaan. Dengan demikian, perlu dipahami bahwa pendidikan menjadi proses yang tidak akan pernah berhenti dalam artian selalu dinamis mengikuti tata nilai ideal masyarakat dan pertumbuhan kebudayaan dari zaman ke zaman. Oleh karena itu pendidikan selalu berkembang memasuki setiap fase perubahan mengadaptasi apa yang pendidikan hasilkan, misalnya saat ini pendidikan memasuki fase revolusi industri 4.0. Perubahan-perubahan besar seperti lompatan tahapan revolusi industri 4.0 tidak bisa dilepaskan dari pendidikan yang telah memberikan kontribusi besar terhadap kelanjutan sains dan teknologi pada masa lalu hingga hari ini. Praktik pendidikan tidak bisa dilepaspisahkan dari setiap bagian unsurnya.
 Triyanto (2014: 24-26) menjelaskan unsur-unsur pendidikan meliputi beberapa unsur sebagai beriku. Pertama; unsur tujuan pendidikan. Tujuan ini secara sistemik termuat dalam Undang-Undang Sisdiknas yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 
Kedua; unsur kurikulum merupakan seperangkat rencana pembelajaran yang mencakup tujuan, isi dan bahan pelajaran. Dalam kurikulum juga dirumuskan cara yang digunakan menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan terdapat di dalamnya makna interaksi antara pendidik dan peserta didik.
 Ketiga; peserta didik merupakan anggota masyarakat yang berupaya mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 
Keempat; unsur pendidik, merupakan tenaga kependidikan yang kualifikasi sebagai, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitatir, dan sebutan lain yang sesuai dengan spesifikasi partisipasinya dalam penyelenggaraan pendidikan. 
Kelima; unsur interaksi edukatif merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 
Keenam; unsur isi pendidikan yaitu materi-materi pembelajaran yang dapat digunakan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri. Lebih lanjut dijelaskan materi-materi akan membekali peserta didik dengan kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, memiliki kepribadian dan akhlak mulia, keserdasan dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
Ketujuh; lingkungan pendidikan yakni dijabarkan sebagai lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.  Lingkungan  pendidikan  menjadi  tempat  manusia  berinteraksi  timbal  balik  dalam pengembangan potensi diri. 
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan tinggi pada hakikatnya merupakan usaha menumbuh kembangkan potensi diri manusia sesuai tatanan nilai masyarakat dan kebudayaan. Potensi diri tersebut mencakup potensi jasman dan rohani yang dikembangan sesuai tujuan  pendidikan  yang  ditunjang  dengan  kurikulum,  pendidik,  proses  interaktif  edukatif menggunakan materi pelajaran. Seluruh proses ini harus ditopang dengan lingkungan pendidikan yang  baik sehingga  proses pengembangan  potensi dapat dicapai sesuai  tujuan pendidikan  yang diharapkan. Kedudukan pendidikan  tinggi juga  diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan umum bahwa pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menegah yang mencakup program diploma, program sarjana,  program magister, program doktor, dan program profesi, serta  program spesialis, yang diselenggarakan  oleh  perguruan tinggi berdasarkan  kebudayaan  bangsa  Indonesia.  2.2.  Perguruan Tinggi Era 4.0 Perguruan tinggi era 4.0 dikaitkan pada agenda besar perubahan arus revolusi industri four point zero. Perkembangan ini merupakan fase keempat revolusi industri yang dahulu dimulai pada abad  ke-18.  Pada tahapannya  yang  paling mutakhir,  revolusi industri  pada babak  keempat  ini mengemuka  dengan  krakteristik  digitalisasi seluruh  sektor  kehidupan  yang  dimulai dari  dunia industri kemudian merembes ke sektor lainnya, termasuk pendidikan. Perkembangan yang sedang berlangsung melahirkan berbagai istilah sekaligus menawarkan pengetahuan baru berbasis teknologi digital yang kini mewarnai nalar dan imajinasi dunia pendidikan seperti;  Internet  of  Things  (IoT),  Big  Data,  Argumented  Reality,  Cyber  Security,  Artifical Intelegence,  Addictive Manufacturing,  Simulation,  System Integeration,  dan  Cloud Computing. Istilah-istilah tersebut menawarkan realitas maya berbasis teknologi informasi yang canggih yang belum pernah dicapai sebelumnya oleh peradaban umat manusia. Olla (2019) menjelaskan beberapa istilah tersebut sebagai berikut. Konsep teknologi berbasis Internet of Thing (IoT) secara konseptual merupakan objek dengan kemampuan mentransfer data melalui jaringan. Proses transfer ini tidak lagi memerlukan interaksi manusia. Lebih lanjut dicontohkan jenis objek semacam ini dapat dilihat pada produk jarvis yang bisa mematikan lampu di pagi hari. Big Data. Istilah ini menggambarkan volume data dalam jumlah yang sangat besar. Volume informasi ini bisa disusun, diolah, dianalisa dan disimpan secara aman oleh pengguna. Saat ini big data telah banyak digunakan di sektor bisnis karena dapat membantu menentukan arah bisnis. Dalam dunia  perguruan  tinggi,  big  data  dapat  digunakan  untuk  menkombinasikan  seluru  data  dalam operasional pengelolaan perguruan tinggi, termasuk data-data penelitian maupun data mahasiswa dan alumni yang telah terserap ke sektor lapangan kerja sehingga mempermudah pelayanan informasi perguruan tinggi kepada masyarakat. Argumented Reality (AR) menjadi basis teknologi yang menggabungkan benda  maya dua dimensi  dan  ataupun  tiga  dimensi  ke  dalam  sebuah  lingkungan  nyata  tiga  dimensi  lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata. Sebagai contoh jenis teknologi semacam ini  dapat diamati pada  laporan cuaca  atau simulasi  siaran telivisi yang  menampilkanwartawan berdiri di atas peta cuaca yang berubah-ubah yang sebenarnya wartawan tersebut berdiri di depan layar biru atau hijau. Proses semacam ini menggunakan teknik chroma-keying. Teknik semacam ini juga digunakan dalam industri film maupun olahraga seperti pada sepak bole di televisi iklan  tertentu  tiba-tiba  jatuh  ke  tengah  lapangan  di  mana  semua  pemain  berada  merupakan pengembangan dari Princeton Electronic Billboard. Cyber  security merupakan  sistem  yang menjadi  upaya  melindungi informasi  dari adanya cyberattack.  Cyberattack  dalam  operasi  informasi  adalah  semua  jenis  tindakan  yang  sengaja dilakukan untuk mengganggu kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersedian (availability) informasi. Misalnya penggunaan fitur tertentu untuk melindungi data pelanggan dari serangan hacker. Artifical Intelegence ialah teknologi komputer dengan kecerdasan layaknya manusia. Jenis teknologi  ini  bisa  diatur  manusia  sesuai  keinginan.  Fungsinya  mempelajari  data  secara berkesinambungan. Keunggulannya terletak pada semakin banyak data diterima dan dianalisis akan semakin baik teknologi ini membuat prediksi. Additive manufacturing merupakan terobosan baru industri manufaktur yang sering dikenal menggunakan printer 3D. Dalam era digital saat ini, gambar desain digital yang telah dibuat dapat diwujudkan menjadi benda nyata dengan ukuran dan bentuk yang sama dengan desain sebenarnya atau dengan skala tertentu.  Simulation. Model  ini mewakili  sistem, sedangkan  simulasi mewakili proses  operasi dari waktu ke waktu yang dapat digunakan dalam banyak konteks seperti penggunaan simulasi teknologi optimalisasi kinerja, simulasi teknik keselamatan, simulasi pengujian, pelatihan dan pendidikan dan video game. Cloud Computing. Jenis ini disebut juga dengan istilah komputasi awan atau teknologi yang menjadikan internet menjadi pusat pengelolaan data dan aplikasi. Pengguna komputer diberikan hak untuk mengakses berbagai server virtual sehingga terkonfigurasi server melalui internet. Misalnya penyediaan server virtual yang bida digunakan penggunan membuat wesite online di user internet. Perkembangan teknologi tersebut merupakan capaian luar biasa dalam kehidupan masa kini. Dengan  demikian, manusia  harus  beradaptasi menggunakan  teknologi virtual  terbarukan dalam pemenuhan  kebutuhannya.  Dunia  pendidikan  juga  tidak  luput  dari  arus  besar  perkembangan teknologi  tersebut,  sehingga  institusi  pendidikan  seperti  Perguruan  Tinggi  harus  mampu mengembangkan seluruh potensinya mengikuti arus besar perubahan melalui revolusi industri 4.0 yang berlangsung. Revolusi industri 4.0 menjadi tantangan positif bagi dunia Perguruan Tinggi di Indonesia. Untuk  menghandapi  arus  besar  perubahan  teknologi  tersebut,  
Menristekdikti  (Rudianto,  tth) menjelaskan lima elemen penting mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. 
Kelima elemen tersebut diuraikan sebagai berikut. 
Pertama;  Persiapan  sistem  pembelajaran  yang  lebih  inovatif  di  perguruan  tinggi  seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran dan  meningkatkan kemampuan mahasiswa  dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy. 
Kedua; Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan  responsif terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University, seperti sistem perkuliahan distance  learning,  sehingga  mengurangi  intensitas  pertemuan  dosen  dan  mahasiswa.  Cyber University  ini  nantinya  diharapkan  menjadi solusi  bagi  anak  bangsa  di  pelosok  daerah  untuk menjangkau pendidikan tinggi yang berkualitas.
 Ketiga; Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa yang responsif, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset, dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan inovasi. 
Keempat: Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 dan  ekosistem  riset  dan  pengembangan  untuk  meningkatkan  kualitas  dan  kuantitas  riset  dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan Masyarakat. 
Kelima; Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi. 
Sejelan dengan pendapat  tersebut di  atas, Iswan  dan Herwina  (2018: 21-22)  menjelaskan bahwa Perguruan tinggi memang dituntut mengantisipasi pesatnya perkembangan teknologi dalam era  revolusi industri 4.0.  Langkah antisipasi  yang dilakukan  mencakup  penyesuaian kurikulum dengan  iklim  bisnis  yang berkembang.  
Semua  hal  terdorong  untuk  kompetitif mengikuti  pola perkembangan teknologi informasi. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa perkembangan yang terjadi juga mempengaruhi karakter manusia dan dunia kerja sehingga keterampilan yang dibutuhkan juga cepat berubah.
 Penjelasan tersebut  menunjukkan efek  dari revolusi  industri 4.0  tidak  hanya pada  bentuk penemuan teknologi baru tapi juga pergeseran keterampilan yang dibutuhkan oleh manusia. 
Dengan demikian, maka setiap individu harus memiliki kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang ada. 
Perguruan  tinggi  harus  mampu  mempersiapkan  peserta  didiknya  menyerap  perubahan  yang berlangsung dengan karakter yang kuat dan keterampilan kerja yang baik. 
Sehingga lulusan yang dipersiapkan sangat berorientasi pada respon kebutuhan dunia kerja di dunia industri maupun lulusan dengan kepeloporan baru lapangan kerja berbasis digital. 
Orientasi  lapangan kerja  menjadi ajang  persaingan  yang tidak  hanya membutuhkan  skill namun juga  membutuhkan karakter diri yang kuat. 
Sehingga perpaduan karakter  yang kuat dan keterampilan merupakan unsur penting untuk menjawab tuntutan kebutuhan dunia kerja saat ini. 
Iswan dan  Herwina (2018:  22) lebih  lanjut menjelaskan  bahwa dunia  kerja saat  ini merupakan integrasi pemanfaatan internet dengan lini produksi dunia industri berbasis teknologi dan informasi. 
Untuk  itu  pengembangan model  dan  konsep  pendidikan berbasis  karakter  secara umum  dapat dikembangkan melalui konsep multiple intelligence yang perlu diintegrasi dengan nilai-nilai religius ke dalam mata kuliah yang ditawarkan dalam pendidikan.
 Gagasan tersebut dapat menjadi solusi mengingat pendidikan tidak hanya bertujuan membekali peserta didik dengan keterampilan teknis berbasis teknologi semata, namun pendidikan tinggi harus mampu menjadikan peserta didiknya menjadi manusia yang beriman dan berakhlak mulia. 
Sehingga, sangat dibutuhkan  integrasi antara iman dan ilmu berbasis akhlak  dengan keterampilan berbasis teknologi. 
Berdasarkan  penjelasan tersebut  di atas,  dapat  disimpulkan bahwa  pendidikan  Perguruan Tinggi era 4.0 merupakan konsep transformasi sistem pendidikan tinggi menuju sistem digitalisasi yang ditunjang oleh sistem teknologi virtual yang canggih. 
Dengan demikian, Perguruan Tinggi yang adaptif terhadap perubahan  ini melakukan  resistematisasi kurikulumnya untuk  lebih kompetibel dengan  arus  revolusi  industri  4.0.  Dari  segi  kebijakan  Perguruan  Tinggi  juga  dilakukan pengembangan disiplin ilmu dan program studi menuju Cyber University dengan sistem perkuliahan distance learning. 
Dosen merupakan sumber daya manusia penentu tranformasi Perguruan Tinggi4.0, sehingga mereka dituntut responsif perubahan untuk profesional dan melakukan terobosan riset dan pengembangan. Sehingga, Perguruan Tinggi dapat menjadi basis pelbagai terobosan inovatif lain berbasis teknologi. Ditinjau  dari  segi  peserta  didik,  dalam  era  4.0  ini  mahasiswa  perlu  lebih  fokus  pada pengembabangan keterampilan dan  kreatifitas yang  harus ditunjang  dengan kemampuan  digital. 
Paradigma yang digunakan membedah perubahan harus senantiasa fleksibel dan sensitif terhadap perubahan. Sosiologi perubahan  menunjukkan gejala  interaksi dengan  kemampuan multibahasa, artinya  setiap  orang  harus  memiliki  kemampuan  bahasa  yang  cukup  untuk  berinteraksi  dan membangun jaringan.  
2.3. Perguruan Tinggi dalam Pandemi Covid-19
 Pandemi Covid-19 menjadi problem kemanusiaan yang mendunia dan tragedi akademik yang tidak  diperidiksikan  sebelumnya.  
Munculnya  wabah  ini  seketika  menghentikan  denyut  eforia diskursus revolusi industri 4.0 di Perguruan Tinggi dalam banyak seminar pendidikan dan semua civitas akademik seolah tercengang dan mengalami kepanikan terhadap segala ketidaksiapan sistem sarana  dan  prasarana  perguruan  tinggi  yang  belum  memadai  di  tengah  pandemi  Covid-19. Ketidaksiapan  sistem  Perguruan  Tinggi  menghadapi  pandemi  saat  ini  seolah  justru  menjadi ketidakpastian pengelolaan Perguruan Tinggi menawarkan pemandangan yang menarik dianalisis secara sosiologis mencakup beberapa hal sebagai berikut. 
a. Tragedi Akademik Tragedi  akademik dalam penulisan  reflektif ini  secara sosiologis  dapat ditunjukkan pada gugurnya mahasiswa di Sulawesi Selatan hanya untuk mencari jaringan internet untuk memenuhi kewajiban kuliah daring. Seperti dilansir oleh Ishak (2020) bahwa salah satu mahasiswa semester dua pada Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar mengalami kecelakaan motor pada saat mencari jaringan internet untuk kuliah online. Tragedi yang sama juga dialami oleh RS, salah satu mahasiswa Universitas Hasanudin Makassar. Seperti  dilansir Djaman  (2020),  RS  meninggal dunia  usai terjatuh  dari  menara  masjid setelah berupaya mencari sinyal internet untuk mengerjakan tugas kuliah secara online.  Dua fakta tragedi tersebut menunjukkan bahwa program Cyber University untuk mewujudkan sistem perkuliahan distance  learning atau  kuliah daring  untuk mengurangi intensitas  pertemuan dosen dan mahasiswa masih jauh dari harapan. Dua peristiwa meninggalnya mahasiswa terbaik itu harus menjadi koreksi bahwa uji coba sistem Cyber University kedepannya akan terbatas di kawasan kota dengan dukungan jaringan telekomunikasi yang baik. Pembelajaran daring yang menjadi satu-satunya saluran alternatif selama  pandemi memerlukan evaluasi secara holistik karena  dirasakan kurang efektif memaksimalkan pembelajaran di Perguruan Tinggi. Meskipun demikian, perkuliahan daring dengan distance learning haruslah dimodifikasi dengan berbagai sarana penunjang termasuk kurikulum dan metode perkuliahan yang sesuai dengan ruang dan waktu pembelaran daring. Sistem daring yang saat ini digunakan harus dicanggihkan agar lebih efisien digunakan sebagai alternatif di masa depan. 
b. Budaya Dosen dan Mahasiswa Budaya menjadi salah satu aspek pengamatan menarik di tengah pandemi. Dosen didorong melaksanakan perkuliahan sesuai target kurikulum yang berlaku  menggunakan berbagai aplikasi seperti Zoom, Classroom, Group Watshap dan aplikasi lainnya terkedala waktu tatap muka yang terbatas serta memperhitungkan resiko biaya bagi mahasiswa di setiap daerah. Salah satu masalah yang tampaknya bersifat umum terletak pada jaringan telekomunikasi yang belum memadai sebagai pendukung pembelajaran daring yang dilakukan. Banyak dosen beralih ke metode penugasan sebagai pengganti kehadiran mahasiswa dalam pembelajaran daring. Aspek budaya ini dilihat dari sudut pandang mahasiswa jauh lebih kompleks lagi. Realitas menunjukkan banyak mahasiswa mengeluhkan biaya aplikasi yang digunakan selama kuliah daring. Dari segi penyelesaian studi melalui penulisan karya tulis  ilmiah (skripsi) juga  diusulkan untuk ditiadakan melalui  upaya petisi penghapusan skripsi dan bebas  biaya kuliah  di tengah pandemi. Fenomena ini menunjukkan mentalitas peserta didik yang belum memiliki kematangan pemecahan masalah yang  baik. Padahal  jika dianalisis, tugas  akhir ini  bisa diselesaikan dengan  beralih ke penelitian  kepustakaan  (library  research)  pada  masing-masing  bidang  jurusan  yang  dapat memperkaya khazanah riset yang bersifat teoritik.  Keluhan  utama  seperti  minimnya  referensi  cetak  juga  menunjukkan  mahasiswa  belum memiliki budaya literasi digital yang baik. Semua jenis referensi dapat diakses dan dikelola secara baik  dari  internet.  Literasi  digital  untuk  mengakses  berbagai  referensi  merupakan  alternatif penunjang pembelajaran daring. Hal ini sangat berguna untuk  memberikan penguatan informasi berkaitan  dengan  pokok  bahasan  perkuliahan  daring  yang  dilakukan  dalam  situasi  terbatas. Mahasiswa bisa membaca dan memiliki banyak waktu mengeksplorasi referensi di tengan pandemi. Masalah yang  jauh lebih  serius lagi  kesempatan pandemi hanya  digunakan sebagai momentum liburan tanpa kegiatan akademis yang berarti.  
c. Konstuksi Kebijakan  Kebijakan  kelembagaan Perguruan  Tinggi hanya  memperhitungkan pencegahan  Covid-19 melalui pengehentian aktivitas perkuliahan secara langsung kemudian dialihkan ke  perkuliahann daring.  Hampir semua  kampus tidak  memiliki tim  gugus covid-19 untuk  menentukan protokol perkuliahan daring secara ketat kepada  mahasiswa, termasuk pelarangan pulang kampung dalam artian kampus  membatasi mahasiswanya berada di  kota untuk akses  jaringan sebagai penunjang utama perkuliahan daring. Kebiajakan tim gugus covid-19 di tiap kampus juga bisa memberikan ruang  kepada lembaga-lembaga  kemahasiswaan berperan  aktif memonitoring  mahasiswa secara virtual serta  memberikan edukasi kepada masyarakat secara digital.  
 d.Ruang Akademik Virtual Ruang akademik virtual menjadi alternatif bagi  agenda-agenda akademik selama pandemi. Kegiatan pembelajaran daring yang dilakukan secara blended learning atau gabungan tatap muka dengan e-learning menggunakan video confrences dan forum and chats. Model pembelajaran dengan blended learning ini digunakan semua Perguruan Tinggi untuk menjamin proses pembelajaran dapat tetap berlangsung.  Agenda lainnya dapat diamati sebagai dinamika akademik virtual yaitu munculnya kegiatan perbincangan pendidikan di tengah pendemik melalui Webinar atau seminar online. Teknik seminar ini dilakukan dengan melibatkan pembicara membagikan materi seminar melalui situs web dan tatap muka virtual menggunakan aplikasi berbasis internet yang tergolong media baru seperti zoom dan classroom.
  Pesertanya diikuti akademisi dan mahasiswa maupun untuk umum. Ruang akademik virtual lainnya juga tumbuh melalui prakarsa elemen mahasiswa melalui siarang langsung dialog menggunakan aplikasi instagram. 
e. Massifikasi Literasi Digital Meskipun  situasi serba  terkendala  jaringan telekomunikasi di  setiap daerah  di Indonesia, semangat literasi digital tampaknya meningkat selama pandemi. Literasi digital ini dalam berbagai bentuk berupa penelusuran informasi edukatif  berkaitan dengan Covid-19  maupun pemanfaatan teknologi selama pembelajaran daring dilakukan. 
 Dosen dan  mahasiswa dituntut  kritis terhadap berbagai pemberitaan di media massa dan media sosial terkait pencegahan Covid-19 sehingga tidak terjebak dalam hoax pemberitaan. 
Literasi digital memberikan manfaat besar salah  satunya mengisi ruang  kosong rutinitas civitas akademik selama pandemi.
 Dalam buku Materi Pendukung Literasi Digital (Kemendikbud, 2017: 5) dijelaskan bahwa literasi digital menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan kritis kreatif. Dengan demikian, masyarakat tidak akan termakan isu provokatif, korban hoax, atau korban penipuan digital sehingga kehidupan sosial dan budaya masyarakat dapat aman dan kondusif. Dinamika literasi digital selama pandemi menunjukkan pelibatan peran civitas akademik yang dapat menjadi indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Berdasarkan  penjelasan  tersebut  di  atas  dapat  disimpulkan bahwa  pendidikan  Perguruan Tinggi era 4.0 dalam pandemi Covid-19  menunjukan dinamika yang kompleks. Dalam konteks revolusi industri 4.0, pendidikan Perguruan Tinggi diharapkan menjadi instrumen utama pemajuan potensi  bangsa berbasis digital  mendorong sumber  daya  manusia Indonesia  untuk  mememnuhi kualifikasi komptensi teknologis di semua  bidang akademik. Sejalan  dengan itu, tantangan  baru muncul disaat mewabahnya Covid-19 menjadi cobaan sekaligus instrumen ujicoba gagasan-gagasan besar sistem teknologi yang dicanangkan istitusi pendidikan Perguruan Tinggi seperti misi Cyber University dan model pembelajaran daring dengan distance learning. 
Secara sosilologis dapat dipahami bahwa seluruh sistem pembelajaran bebasis digital yang saat ini diandalkan memiliki banyak kelemahan yang tidak terduga. Fakta tragedi gugurnya mahasiswa yang berjuang mencari akses jaringan di pelosok desa untuk kuliah online menunjukkan lemahnya sistem  jaringan  telekomunikasi  belum  merata.  Sehingga  konsep  besar  Cyber  University  yang diharapkan menawarkan pembelajaran daring dengan sistem distance learning bagi mahasiswa di pelosok-pelosok masih  jauh dari  kenyataan. Kelemahan  lainnya datang  dari segi  budaya dosen maupun mahasiswa. Banyak dosen yang beralih ke metode penugasan sehingga pembelajaran daring yang diharapkan mentransmisi pengetahuan sesuai kurikulum tidak maksimal. Selain itu, budaya peserta didik  (mahasiswa) juga belum  memiliki mental  belajar mandiri  sehingga lebih  terkesan menginginkan proses pembelajaran yang mudah.    
Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, pendidikan tinggi di tengah pademi menunjukkan beberapa  dinamika  positif  seperti  pemanfaatan  teknologi  digital  terbarukan.  
Dari  proses  ini menciptakan  ruang akademik  virtual bagi  dosen  dan mahasiswa  beraktualisasi melalui webinar (seminar online) dan diskusi via instagram. Hal ini menunjukkan peningkatan literasi digital secara masif di tengah pandemik Covid-19.  
F.Kesimpulan
       Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.  
Pendidikan  merupakan  proses  penyadaran  secara  sistemik  untuk  pengembangan  potensi peserta didik menjadi manusia yang memiliki iman dan taqwa dan berilmu, kreatif, serta mandiri. 
Proses ini dilaksanakan berdasarkan kurikulum yang terencana yang melibatkan peserta didik dan unsur  pendidik  dalam  situasi  interaksi  secara  edukatif  dalam  rangka  transformasi  materi pembelajaran.  
Pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 merupakan konsep transformasi sistem pendidikan tinggi menuju sistem digitalisasi yang ditunjang oleh sistem teknologi virtual yang  canggih. Perguruan Tinggi yang adaptif terhadap perubahan revolusi industri 4.0 melakukan resistematisasi kurikulum akademik,  mendesain kebijakan  pengembangan disiplin ilmu  dan program  studi menuju  Cyber University dengan dukungan sumber daya dosen yang profesional, responsif dan mampu melakukan terobosan riset. Pandemi Covid-19, secara sosiologis, merupakan tantangan kemanusiaan sekaligus koreksi terhadap gagasan-gagasan besar sistem teknologi yang dicanangkan institusi pendidikan Perguruan Tinggi seperti misi Cyber University dan model pembelajaran daring dengan distance learning. Fakta menunjukkan  bahwa  sistem  pembelajaran  daring  bebasis  digital  yang  diandalkan  memiliki kelemahan  akases  jaringan  belum  memadai,  sehingga  konsep  besar  Cyber  University  yang diharapkan menawarkan pembelajaran daring dengan sistem distance learning bagi mahasiswa di pelosok-pelosok masih  jauh dari  kenyataan. Kelemahan  lainnya datang  dari segi budaya  dosen maupun mahasiswa. Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, pendidikan tinggi di tengah pademi menunjukkan beberapa dinamika positif seperti ruang akademik virtual bagi dosen dan mahasiswa beraktualisasi  melalui  webinar  (seminar  online)  dan  diskusi  via  instagram  serta  mobilitas peningkatan literasi digital secara masif di tengah pandemik Covid-19.
G.Referensi
H.Penutup
   Sekian yang dapat kami share pada kesempatan kali ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan semuanya.

Wassalamu'alaikum wr.wb

No comments:

Post a Comment